Jumat, 26 Desember 2014

TUGAS 4 ETIKA BISNIS (MORALITAS KORUPTOR)



MORALITAS KORUPTOR
Tugas Etika Bisnis


ABSTRAKSI

Nur Ashidiq. 15211291
MORALITAS KORUPTOR
Tugas Softskill. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma 2014
Kata kunci : Moralitas. Koruptor. Korupsi



Penulisan yang berjudul “ Moralitas Koruptor“ ini membahas tentang korupsi yang semakin marak dewasa ini, mengapa bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab. Makalah ini dilatarbelakangi Korupsi bertumbuh sangat subur dan rumit sehingga siap meruntuhkan setiap struktur masyarakat. Di beberapa negeri, apa saja diselesaikan dengan pelicin. Suap yang diberikan kepada orang yang tepat memungkinkan seseorang lulus ujian, mendapatkan SIM, memperoleh tender, atau memenangkan perkara hukum.. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata Korupsi dewasa ini telah menjadi bisnis yang menjanjikan. Para pelakunya merencanakannya dengan perhitungan bisnis yang matang. Oleh karena itu, hukuman tiga atau empat tahun dianggap sebagai biaya yang harus ditanggung demi mencapai hasil besar yang diinginkan.

BAB I
                                                        PENDAHULUAN        

1.1  Latar Belakang
Korupsi bukanlah merupakan barang yang baru dalam sejarah peradaban manusia. Fenomena ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan sejak 2000 tahun yang lalu ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya menulis buku berjudul Arthashastra.
Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia. Korupsi bisa dilakukan melalui berbagai jalur, ada yang melalui pinjaman dari Negara asing, sehingga semakin besar pinjaman asing semakin besar dana yang disalahgunakan, melalui perjalanan dinas, melalui pengadaan barang, pungutan pajak, pungutan liar, bahkan sampai dana untuk orang miskin dan bencana alam. Korupsi benar-benar merupakan perbuatan yang menghancurkan generasi muda dan memiskinkan rakyat Indonesia.
Kasus korupsi di Indonesia yang sudah terjadi selama puluhan tahun berhasil diungkap satu per satu saat reformasi digulirkan pada 1998. Peristiwa 1998 ini pun dianggap sebagai peristiwa bersejarah, bahkan mampu menyebabkan hilangnya beberapa nyawa. Kasus korupsi yang terbongkar dimulai dengan tuduhan korupsi yang dilakukan pemimpin rezim Orde Baru, lalu beberapa kasus korupsi pejabat lain.
Kasus korupsi tampaknya sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia, terutama yang menduduki posisi pejabat Negara. Sejatinya, mereka mengayomi serta menjamin kesejahteraan rakyat. Namun, menjamin kesejahteraan diri dan keluarga tampaknya lebih menarik hai para pejabat sehingga tidak heran jika pemberitaan kasus korupsi terus menghiasi layar kaca.
Setiap menjalankan kehidupannya, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa mmbedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, bayangkan jika seorang manusia tidak mempunyai moral. Dia akan dianggap buruk oleh masyarakat. Pada penulisan kali ini, penulis membicarakan tentang moral seorang koruptor. Koruptor yang biasa disebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai moral, tidak akan mudah melakukan hal seperti itu. Berdasarkan kajian diatas penulis mengambil judul yang akan dijelaskan pada penulisan yang berjudul “Moralitas Koruptor”

1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyusunan ini penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.      Mengapa korupsi semakin marak di Indonesia dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?
2.      Mengapa korupsi sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
3.      Siapa yang bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia ?

1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan ini penulis membatasi masalah pada moralitas korupsi.

1.4 Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan penulis untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan tentang Moralitas Koruptor apa saja. Maksud dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis korupsi dan menghilangkan terjadinya korupsi di Indonesia.
3.      Dapat memberikan gambaran/kriteria dalam pengambilan keputusan/solusi kasus korupsi.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Korupsi
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang 
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya. 
  
Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.

Pengertian Korupsi Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.
           
Pengertian Korupsi Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.

2.2 Pengertian Moral dan Moralitas
1. Moral
Secara umum, moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

2. Moralitas
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.

2.3 Jenis Korupsi
Jenis korupsi menurut Guy Benveniste yang terdapat dalam Pasal 2-Pasal 12 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 adalah:
1. Discretionary Corruption adalah korupsi yang dilakukan karena ada kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan.
2. Illegal Corruption adalah tindakan yang dimaksud untuk mengacaukan bahasa atau maksud hukum.
3. Mercenary Corruption adalah tindakan korupsi untuk kepentingan pribadi.
4. Ideological Corruption adalah korupsi untuk mengejar tujuan kelompok.

2.4  Dampak negative Korupsi

Demokrasi
     Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Ekonomi
    Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
     Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Kesejahteraan umum negara
     Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari beberapa buku, referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis untuk mendukung penulisan mengenai moralitas koruptor. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik dengan menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang moralitas koruptor.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Faktor-faktor penyebab korupsi
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab korupsi yang biasanya terjadi :
1.       Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik,  bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2.       Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
3.       Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4.       Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5.       Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6.       Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7.       Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya.
         Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap
8.       Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9.       Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno  bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain. (indopos.co.id, 27 Sept 2005)

4.2 Siapa yang harus bertanggung jawab ?

Pertanyaan di atas sangat sederhana, bahkan, barangkali, naif. Namun, jawabannya tidak akan pernah sederhana, dan juga tidak mungkin akan naif, kecuali jika direkayasa sebagai pembenaran belaka (justification). Contoh sederhana adalah apa yang terbentang luas di hadapan negeri ini. Banyak lembaga pengawasan, korupsi juga kian menggila. Anehnya, perbandingan antara koruptor yang ditangkap dan jumlah korupsi yang ditengarai tidaklah sepadan sama sekali. Ibarat membandingkan semut dengan gajah. Sejak awal keberadaannya, sesuai Keppres 31 Tahun 1983, BPKP telah memangku tugas pokok: mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pengawasan pembangunan, menyelenggarakan pengawasan umum dalam penggunaan dan pengurusan keuangan, menyelenggarakan pengawasan pembangunan. Pelaksanaan tugas pokok tersebut terjabarkan dalam 16 (enambelas) fungsi, yang salah satunya adalah: “melaksanakan pengawasan khusus terhadap kasus-kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan dan kasus-kasus yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.” Ke-15 (limabelas) fungsi lainnya adalah dalam rangka pengawasan dalam perbaikan manajemen. Untuk melaksanakan pemeriksaan khusus, BPKP memperoleh masukan sebagai dasar pendalaman dari pengaduan masyarakat dan pengembangan dari hasil pemeriksaan. Tugas yang harus dilaksanakan adalah mengungkapkan:
a)      keterjadian penyimpangan;
b)      b) adanya bukti kerugian keuangan Pemerintah;
c)      c) adanya bukti orang atau badan yang melakukan penyimpangan;
d)     d) adanya bukti orang atau badan yang menikmati hasil penyimpangan.
Jika diketemukan bukti-bukti tersebut, maka kasusnya akan diteruskan ke aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Agung untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Penyelesaian kasus tersebut sangat tergantung dari proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.

4.3 Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.

4.4  Fenomena Sosial Korupsi dalam Praktik Bisnis

-         Aspek Sosial Politik
Berkaitan dengan koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya melalui aktivitas ke­giatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak elite politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan nuansa bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi fiktif, per­jalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana APBN, APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan pemilihan kades/lurah, pemilihan presiden, gubernur, bupati, wali­kota. Pemilihan kepala daerah bahkan sangat kental de­ngan nuansa korupsi, dengan money politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan krimi­nolog Lord Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupts Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku elite politik dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Guna­wan, 1993: l5).

-         Aspek Sosial Ekonomi
Kenyataan yang tidak dapat dimungkiri dan seakan men­jadi rahasia umum adalah bahwu perilaku korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pe­laku bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bah­kan sering terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam praktik korupsi pada investasi dan kasus proyek besar misalnya pertambangan, kehutanan, bantuan luar negeri, dan perpajakan, yang sangat poten­sial dengan manipulasi, kolusi yang merugikan pereko­nomian dan kekayaan negara, serta menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang mengejutkan  jumlah korupsi Indonesia mencapai  Rp 444 triliun, melebihi APBN tahun 2003  Rp 370 triliun ( Surga Para Koruptor  Jakarta: Penerbit Buku Kompas hal 145).

-         Aspek Sosial Budaya
Disadari sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena po­tongan. Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari peluang tambahan an­tara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, ter­utama gedung sekolah, banyak yang rusak dan tidak me­menuhi standar teknis (spectic, bestec), sehingga sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor keagamaan juga tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya bagian pelaksanaan administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai pungutan dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah untuk kepen­ringan pribadi atau orang lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong korupsi (Wintolo, 2004: 11).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, moralitas memang sangat dibutuhkan bagi setiap insan manusia. Moralitas dapat menjadi tolak ukur bagi manusia untuk mebedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Banyak sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dari faktor tersebut lagi lagi adalah hokum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat tidak bisa berbuat apa apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang menjadi surga bagib para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin lemah kekuatan hukumnya semakin besar celah korupsi bagi para koruptor.


5.2  Saran
Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang baik sejak dini, itu merupakan modal awal manusia untuk bisa mencegah segala perbuatan korupsi yang dapat merugikan Negara. Dan juga menguatkan kekuatan hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukuman mati. Karena hukuman penjara bagi mereka, itu merupakan hukuman yang sangat mudah dan malah menjadi banyak yang tertarik dengan melakukan tindak korupsi tersebut. Jadi, korupsi tidak akan pernah punah jika memang tidak ada kesadaran dari diri masing-masing. Untuk itu, jika ingin mencoba melawan korupsi, cobalah dari diri kita sendiri, jangan hanya bisa melakukan pencitraan, yaitu berbicara melawan korupsi, tetap dibelakangnya dia melakukan itu.



DAFTAR PUSTAKA


Irham, Ma’ruf. 2014. Pengertian Korupsi. Dalam :  
http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html
Nooryadi,Dany. 2011. Definisi Moral dan Moralitas. Dalam :  
http://joy-dedicated.blogspot.com/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html
psychologymania. Tanpa tahun. Jenis-jenis Korupsi. Dalam :
http://www.psychologymania.com/2013/01/jenis-jenis-korupsi.html
http://kapwartono.com/article/109551/korupsi-dalam-praktik-bisnis.html
http://tulisantulisannugroho.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html
http://lailasoftskill.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html.
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar