MORALITAS
KORUPTOR
Tugas Etika
Bisnis
ABSTRAKSI
Nur Ashidiq. 15211291
MORALITAS KORUPTOR
Tugas
Softskill. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma 2014
Kata kunci : Moralitas. Koruptor. Korupsi
Penulisan
yang berjudul “ Moralitas Koruptor“ ini membahas tentang korupsi yang
semakin marak dewasa ini, mengapa bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap
sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab. Makalah ini
dilatarbelakangi Korupsi bertumbuh sangat subur dan rumit sehingga siap
meruntuhkan setiap struktur masyarakat. Di beberapa negeri, apa saja
diselesaikan dengan pelicin. Suap yang diberikan kepada orang yang tepat
memungkinkan seseorang lulus ujian, mendapatkan SIM, memperoleh
tender, atau memenangkan perkara hukum.. Metode penulisan ini dengan cara
mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di
internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata Korupsi dewasa ini
telah menjadi bisnis yang menjanjikan. Para pelakunya merencanakannya dengan
perhitungan bisnis yang matang. Oleh karena itu, hukuman tiga atau empat tahun
dianggap sebagai biaya yang harus ditanggung demi mencapai hasil besar yang
diinginkan.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi bukanlah merupakan barang yang baru dalam sejarah
peradaban manusia. Fenomena ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan
sejak 2000 tahun yang lalu ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama
Kautilya menulis buku berjudul Arthashastra.
Indonesia
adalah salah satu negara terkorup di dunia. Korupsi bisa dilakukan melalui
berbagai jalur, ada yang melalui pinjaman dari Negara asing, sehingga semakin
besar pinjaman asing semakin besar dana yang disalahgunakan, melalui perjalanan
dinas, melalui pengadaan barang, pungutan pajak, pungutan liar, bahkan sampai
dana untuk orang miskin dan bencana alam. Korupsi benar-benar merupakan
perbuatan yang menghancurkan generasi muda dan memiskinkan rakyat Indonesia.
Kasus
korupsi di Indonesia yang sudah terjadi selama puluhan tahun berhasil diungkap
satu per satu saat reformasi digulirkan pada 1998. Peristiwa 1998 ini pun
dianggap sebagai peristiwa bersejarah, bahkan mampu menyebabkan hilangnya
beberapa nyawa. Kasus korupsi yang terbongkar dimulai dengan tuduhan korupsi
yang dilakukan pemimpin rezim Orde Baru, lalu beberapa kasus korupsi pejabat
lain.
Kasus
korupsi tampaknya sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia,
terutama yang menduduki posisi pejabat Negara. Sejatinya, mereka mengayomi serta
menjamin kesejahteraan rakyat. Namun, menjamin kesejahteraan diri dan keluarga
tampaknya lebih menarik hai para pejabat sehingga tidak heran jika pemberitaan
kasus korupsi terus menghiasi layar kaca.
Setiap
menjalankan kehidupannya, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang
berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar
norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai
apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa mmbedakan mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus
mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, bayangkan jika seorang manusia
tidak mempunyai moral. Dia akan dianggap buruk oleh masyarakat. Pada penulisan
kali ini, penulis membicarakan tentang moral seorang koruptor. Koruptor yang
biasa disebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu
contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai
moral, tidak akan mudah melakukan hal seperti itu. Berdasarkan kajian diatas
penulis mengambil judul yang akan dijelaskan pada penulisan yang berjudul
“Moralitas Koruptor”
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
penyusunan ini penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.
Mengapa korupsi semakin marak di Indonesia dan mengapa hal tersebut bisa
terjadi?
2.
Mengapa korupsi sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah
kegiatan bisnis?
3.
Siapa yang bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia ?
1.3
Batasan Masalah
Dalam
penulisan ini penulis membatasi masalah pada moralitas korupsi.
1.4
Maksud dan Tujuan
Adapun
tujuan penulis untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam
membuat jurnal atau tulisan tentang Moralitas Koruptor apa saja. Maksud dari
penulisan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis korupsi dan menghilangkan terjadinya korupsi di
Indonesia.
3.
Dapat memberikan gambaran/kriteria dalam pengambilan keputusan/solusi kasus
korupsi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Korupsi
Pengertian Korupsi Menurut
Undang-Undang
Menurut
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:
Setiap
orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Pengertian Korupsi Menurut Ilmu
Politik
Dalam
ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan
administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun
orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga
meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi
lainnya.
Pengertian Korupsi Menurut Ahli
Ekonomi
Para
ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan
sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi,
imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela,
yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan
jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang
umum dan swasta.
Pengertian Korupsi Menurut
Haryatmoko
Korupsi
adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya
untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi
kepentingan keuntungan dirinya.
Pengertian Korupsi Menurut Brooks
Menurut
Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas
yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak
bersifat pribadi.
2.2
Pengertian Moral dan Moralitas
1. Moral
Secara umum, moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran,
prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan
buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak
seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain.
Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya
dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan
masyarakatnya.
2. Moralitas
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang
menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas
mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan santun,
segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.
2.3
Jenis Korupsi
Jenis korupsi menurut Guy Benveniste yang terdapat dalam
Pasal 2-Pasal 12 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 adalah:
1.
Discretionary Corruption adalah korupsi yang dilakukan karena ada kebebasan
dalam menentukan kebijaksanaan.
2.
Illegal Corruption adalah tindakan yang dimaksud untuk mengacaukan bahasa atau
maksud hukum.
3.
Mercenary Corruption adalah tindakan korupsi untuk kepentingan pribadi.
4.
Ideological Corruption adalah korupsi untuk mengejar tujuan kelompok.
2.4 Dampak negative
Korupsi
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius
terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi
dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan
publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi
dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi
dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor
private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi
mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru
muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas
proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya
menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu
faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika,
adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang
menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar
negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering
benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali
dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya
(meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui
investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas
Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US
$187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya,
dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya
dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus
Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama
yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk
menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa
depan.
Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman
besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah
sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi
adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar,
namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh data
yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode pengumpulan data
berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari beberapa buku,
referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis untuk mendukung
penulisan mengenai moralitas koruptor. Selain itu penulis juga mencari data
melalui media elektronik dengan menonton acara berita yang secara tidak sengaja
membahas tentang moralitas koruptor.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1
Faktor-faktor penyebab korupsi
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab korupsi yang
biasanya terjadi :
1. Penegakan
hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap
pergantian pemerintahan.
2. Penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan
kesempatan.
3. Langkanya
lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan
sebatas formalitas.
4. Rendahnya
pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi
kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk
berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan,
keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan
ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah,
tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya
member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi
bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa
menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumannya.
Rumus: Keuntungan korupsi >
kerugian bila tertangkap
8. Budaya
permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi,
karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi.
9. Gagalnya
pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis
Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam
mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri.
Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara
beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan
peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar
dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan
pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat
memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.
(indopos.co.id, 27 Sept 2005)
4.2
Siapa yang harus bertanggung jawab ?
Pertanyaan di atas sangat sederhana, bahkan, barangkali,
naif. Namun, jawabannya tidak akan pernah sederhana, dan juga tidak mungkin
akan naif, kecuali jika direkayasa sebagai pembenaran belaka (justification).
Contoh sederhana adalah apa yang terbentang luas di hadapan negeri ini. Banyak
lembaga pengawasan, korupsi juga kian menggila. Anehnya, perbandingan antara
koruptor yang ditangkap dan jumlah korupsi yang ditengarai tidaklah sepadan
sama sekali. Ibarat membandingkan semut dengan gajah. Sejak awal keberadaannya,
sesuai Keppres 31 Tahun 1983, BPKP telah memangku tugas pokok: mempersiapkan
perumusan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pengawasan pembangunan,
menyelenggarakan pengawasan umum dalam penggunaan dan pengurusan keuangan, menyelenggarakan
pengawasan pembangunan. Pelaksanaan tugas pokok tersebut terjabarkan dalam 16
(enambelas) fungsi, yang salah satunya adalah: “melaksanakan pengawasan khusus
terhadap kasus-kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan dan kasus-kasus
yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah.” Ke-15 (limabelas) fungsi lainnya adalah dalam rangka pengawasan dalam
perbaikan manajemen. Untuk melaksanakan pemeriksaan khusus, BPKP memperoleh
masukan sebagai dasar pendalaman dari pengaduan masyarakat dan pengembangan
dari hasil pemeriksaan. Tugas yang harus dilaksanakan adalah mengungkapkan:
a)
keterjadian penyimpangan;
b)
b) adanya bukti kerugian keuangan Pemerintah;
c)
c) adanya bukti orang atau badan yang melakukan penyimpangan;
d)
d) adanya bukti orang atau badan yang menikmati hasil penyimpangan.
Jika
diketemukan bukti-bukti tersebut, maka kasusnya akan diteruskan ke aparat
penegak hukum, yaitu Kejaksaan Agung untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Penyelesaian kasus tersebut sangat tergantung dari proses hukum, mulai dari
penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
4.3
Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia
sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan
dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di
samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya
persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena
kualitas dan manfaat.
Bagi
perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan
persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti
tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh
korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing –
masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan
karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan
menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini
dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan
dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di
Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan
harta dan mementingkan diri sendiri.
4.4
Fenomena
Sosial Korupsi dalam Praktik Bisnis
-
Aspek Sosial Politik
Berkaitan dengan
koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya melalui
aktivitas kegiatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak elite
politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan nuansa
bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi fiktif,
perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana APBN,
APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan pemilihan kades/lurah,
pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota. Pemilihan kepala daerah bahkan
sangat kental dengan nuansa korupsi, dengan money
politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial
politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan kriminolog Lord
Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupts
Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan
yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut
bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku elite
politik dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Gunawan, 1993: l5).
- Aspek Sosial Ekonomi
Kenyataan yang
tidak dapat dimungkiri dan seakan menjadi rahasia umum adalah bahwu perilaku
korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pelaku
bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat
memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan
ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis
contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan
Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara
pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bahkan sering
terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam
praktik korupsi pada investasi dan kasus proyek besar misalnya pertambangan,
kehutanan, bantuan luar negeri, dan perpajakan, yang sangat potensial dengan
manipulasi, kolusi yang merugikan perekonomian dan kekayaan negara, serta
menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang mengejutkan jumlah korupsi
Indonesia mencapai Rp 444 triliun, melebihi APBN tahun 2003 Rp 370
triliun ( Surga Para
Koruptor Jakarta:
Penerbit Buku Kompas hal 145).
- Aspek Sosial Budaya
Disadari sementara
orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran dijadikan
ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena potongan.
Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari
peluang tambahan antara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas
nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, terutama gedung sekolah,
banyak yang rusak dan tidak memenuhi standar teknis (spectic, bestec),
sehingga sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor
keagamaan juga tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya
bagian pelaksanaan administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai
pungutan dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah untuk kepenringan pribadi
atau orang lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong
korupsi (Wintolo, 2004: 11).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, moralitas memang sangat
dibutuhkan bagi setiap insan manusia. Moralitas dapat menjadi tolak ukur bagi
manusia untuk mebedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Banyak
sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dari faktor
tersebut lagi lagi adalah hokum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat tidak
bisa berbuat apa apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang
menjadi surga bagib para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin
lemah kekuatan hukumnya semakin besar celah korupsi bagi para koruptor.
5.2 Saran
Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang
baik sejak dini, itu merupakan modal awal manusia untuk bisa mencegah segala
perbuatan korupsi yang dapat merugikan Negara. Dan juga menguatkan kekuatan
hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukuman mati. Karena hukuman penjara bagi
mereka, itu merupakan hukuman yang sangat mudah dan malah menjadi banyak yang
tertarik dengan melakukan tindak korupsi tersebut. Jadi, korupsi tidak akan
pernah punah jika memang tidak ada kesadaran dari diri masing-masing. Untuk itu,
jika ingin mencoba melawan korupsi, cobalah dari diri kita sendiri, jangan
hanya bisa melakukan pencitraan, yaitu berbicara melawan korupsi, tetap dibelakangnya
dia melakukan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Irham, Ma’ruf. 2014. Pengertian
Korupsi. Dalam :
http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html
Nooryadi,Dany. 2011. Definisi
Moral dan Moralitas. Dalam :
http://joy-dedicated.blogspot.com/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html
psychologymania.
Tanpa tahun. Jenis-jenis
Korupsi. Dalam :
http://www.psychologymania.com/2013/01/jenis-jenis-korupsi.html
http://kapwartono.com/article/109551/korupsi-dalam-praktik-bisnis.html
http://tulisantulisannugroho.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html
http://lailasoftskill.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html.
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar